Selasa, 31 Maret 2009

Meningkatkan Efektivitas Kepemimpinan

Usaha mencari perpaduan terbaik untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses tidaklah mudah. Dan, usaha untuk bisa menemukan nilai, gaya dan aktivitas atau apa pun yang relevan untuk disebut sebagai pemimpin yang sukses merupakan proses yang panjang.

Ada pemimpin yang sukses karena mampu bertindak sebagai seorang pengarah tugas, pendorong yang kuat, dan berorientasi pada hasil sehingga mendapatkan nilai kepemimpinan yang tinggi. Ada pemimpin yang sukses karena mampu memberi wewenang kepada para pegawainya untuk membuat keputusan dan bebas memberikan saran, mampu menciptakan jenis budaya kerja yang mendorong serta menunjang pertumbuhan. Pendeknya, untuk menjadi pemimpin yang sukses haruslah memiliki dorongan yang kuat dan integritas yang tinggi.

Kepemimpinan adalah sebuah proses yang melibatkan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dengan memberi kekuatan motivasi, sehingga orang tersebut dengan penuh semangat berupaya menuju sasaran. Ahli manajemen, Peter F Drucker secara khas memandang kepemimpinan adalah kerja. Seorang pemimpin adalah mereka yang memimpin dengan mengerjakan pekerjaan mereka setiap hari. Pemimpin terlahir tidak hanya dalam hirarki managerial, tetapi juga dapat terlahir dalam kelompok kerja non formal.

Ada sejumlah pedoman dasar untuk menjadi pemimpin yang efektif. Pertama, keluwesan. Pemimpin yang luwes memiliki potensi menjadi efektif dalam sejumlah situasi. Kemampuan setiap pemimpin untuk mengubah gayanya pada situasi yang berbeda, akan berbeda-beda. Dengan kata lain, efektivitas pemimpin tergantung pada bagaimana gaya kepemimpinan mereka saling berkaitan dengan keadaan atau situasi. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu menyesuaikan gaya mereka dengan kebutuhan situasi. Namun dalam situasi arus kerja yang rutin, terstruktur dan mantap, keluwesan kepemimpinan menjadi tidak begitu penting.

Kedua, berorientasi pada pencapaian. Pemimpin dituntut untuk mampu menetapkan sasaran menantang dan menunjukkan kepercayaan diri bahwa mereka dapat mempercayainya. Dalam hal ini pemimpin adalah seseorang yang menjadi kunci dalam menimbulkan motivasi, kepuasan dan kinerja bawahan yang lebih baik. Mampu mempengaruhi jalur antara perilaku bawahan dan sasaran. Pada batas tertentu, pemimpin adalah seorang pelatih yang merencanakan jalur realistik bagi tim. Bawahan yang mengerjakan tugas pekerjaan tak rutin dan bekerja untuk pemimpin yang berorientasi pada pencapaian merasa lebih yakin bahwa upaya mereka akan menyebabkan kinerja yang lebih baik.

Ketiga, partisipasi. Dalam hal ini pemimpin bertindak untuk meminta, menerima dan menggunakan saran bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi lebih menekankan pada upaya meningkatkan peluang bagi kepuasan pribadi bawahan. Membantu upaya bawahan untuk mencapai sasaran, menolong mengurangi rintangan yang mengecewakan dalam upaya mencapai sasaran dan memberi penghargaan atas pencapaian sasaran.

Keempat, transformasional. Dalam hal ini pemimpin dituntut untuk mampu mendorong semangat, menggunakan nilai-nilai, kepercayaan dan kebutuhan bawahan untuk menyelesaikan tugas. Dan mampu melakukan dalam situasional yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh krisis. Dengan kata lain mampu menampilkan atau menciptakan kepemimpinan yang kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiap bawahan diperhitungkan.

Apa yang diharapkan seorang manajer dari bawahannya, dan caranya mempertahan kan mereka sebagian besar menentukan kinerja dan kemajuan karir mereka. Suatu karakteristik untuk manajer yang unggul adalah kemampuan mereka menciptakan harapan kinerja tinggi, yang dapat dipenuhi oleh bawahannya. Menjadi pemimpin yang efektif haruslah dapat menyesuaikan diri yaitu dapat mendelegasikan wewenang secara efektif karena mempertimbangkan kemampuan mereka, kemampuan bawahan dan tujuan yang harus diselesaikan.

Ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pertama, persepsi yang tepat. Persepsi memainkan peran dalam mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Para manajer yang memiliki persepsi yang keliru terhadap pegawainya mungkin kehilangan peluang untuk mencapai hasil optimal. Oleh karenanya ketepatan persepsi manajerial sangat penting, dan hal itu begitu penting pada setiap model situasional.

Kedua, tingkat kematangan. Pemimpin dituntut untuk berkemampuan dan berkemauan mengambil tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri dengan memperhatikan tingkat kematangan dalam pengetahuan, keahlian dan pengalaman untuk melaksanakan pekerjaan tanpa pengawasan ketat dan juga kemauan untuk melaksanakan pekerjaan itu. Bagaimana pun, bawahan harus diberi perhatian serius ketika membuat pertimbangan tentang gaya kepemimpinan yang dapat mencapai hasil yang diinginkan.

Ketiga, penilaian yang tepat terhadap tugas. Para pemimpin harus mampu menilai dengan tepat tugas yang dilaksanakan oleh bawahan. Dalam situasi tugas yang tidak terstruktur, kepemimpinan otokratik mungkin sangat tidak sesuai. Para bawahan memerlukan garis petunjuk, bebas bertindak, dan sumber daya untuk menyelesaikan tugas itu. Pemimpin harus dapat dengan tepat menentukan kekurangan tugas bawahan sehingga pilihan gaya kepemimpinan yang layak harus dilakukan. Karena tuntutan ini, seorang pemimpin harus memiliki beberapa pengetahuan teknik tentang pekerjaan itu dan syarat-syaratnya.

Keempat, latar belakang dan pengalaman. Di sini ditegaskan bahwa latar belakang dan pengalaman pemimpin mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan. Seseorang yang telah memperoleh keberhasilan karena berorientasi kepada hubungan mungkin akan meneruskan penggunaan gaya ini. Demikian juga, seorang pemimpin yang tidak percaya kepada para bawahannya dan telah menyusun tugas bertahun-tahun akan menggunakan gaya otokratik.

Kelima, harapan dan gaya pemimpin. Pemimpin senang dengan dan lebih menyukai suatu gaya kepemimpinan tertentu. Seorang pemimpin yang memilih pendekatan yang berorientasi pada pekerjaan, otokratik, mendorong keberanian bawahan mengambil pendekatan yang sama. Peniruan model pemimpin merupakan kekuatan untuk membentuk gaya kepemimpinan. Karena pemimpin memiliki berbagai landasan kekuasaan, maka harapan mereka adalah penting.

Keenam, hubungan seprofesi. Pemimpin membentuk hubungan dengan pemimpin yang lain. Hubungan seprofesi ini digunakan untuk tukar menukar pandangan, gagasan, pengalaman, dan saran-saran. Teman seprofesi seorang pemimpin dapat memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi berbagai perilaku kepemimpinan, sehingga mempengaruhi pemimpin itu pada waktu yang akan datang. Teman-teman seprofesi merupakan sumber penting tentang perbandingan dan informasi dalam membuat pilihan dan perubahan gaya kepemimpinan.

Para manajer saat ini menghadapi situasi yang sulit, di mana kecepatan laju globalisasi yang meningkat dengan cepat. Akibatnya kegiatan kepemimpinan menjadi begitu rumit dalam situasi bahwa armada kerja adalah majemuk, sehingga efektivitas kepemimpinan sangat diperlukan dalam menjawab tantangan ke depan. Persoalannya sekarang adalah mampukah para manajer meningkatkan efektivitas kepemimpinannya sehingga dapat menjadi lebih kompetitif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar